Senin, 27 April 2015

Burung dalam Sangkar-Sarung

Suit Suit Suit
Critit cit critit cit crtiiiit
Itu suara burungku
Bagaimana suara burungmu?

Di teras rumah pak lurah bermain burung
Burungnya di sangkar gantung
Sambil bersiul,
tangan kanan mencanda burung
tangan kiri mengangkat sarung


Di atas lutut
Suit Suit Suit
Burung pak lurah ikut bersiul


“burungnya pak!” teriak bu lurah
“Bagus kan, sudah pandai berbunyi”


Pak lurah terus bersiul
Bersama burung-burung
Bu lurah cemberut


Pak lurah banyak burung
Burungnya sama
Dalam sangkar banyak rupa


Pak lurah suka burung
Katanya, burung seperti manusia
Punya selera
Ingin dipelihara
Dan senang dimanja


Pak lurah kreatif
Burungnya diberi nama: Kuntala Haji Dharma


Pak lurah agak gila
Sangkarnya burung diberi nama
Ada yang bernama Santi
Ada yang bernama Sindi
Ada yang bernama Susi
Ada yang bernama Wati
Dan banyak lagi
                 Dari sangkar tetangga sendiri 
                 Sampai sangkar buatan luar negeri

Gila!
Di luar sana pak lurah jadi panutan
Karena burung mendapat penghargaan
Dan ditiru banyak orang:
Pak bupati
Pak camat
Pak lurah
Orang desa dan kota
Orang miskin dan kaya


Sampai mahasiswa:
di sana dan di sekitar saya
sampai kitab suci negara
burung-burung angkat bicara
Bunyi syahdu meski tak begitu merdu


Akhir-akhir ini burung-burung jadi berita
Di televisi dan media massa
Karena burung banyak orang jadi kaya:
Penjual sangkar untung
Pembuat sangkar untung
Agen sangkar untung
Kontrakan untung
Rumah kos untung
Sampai warung dipinggir jalan
Karena burung ia bisa makan: Untung!


Burung-burung terus bersiul siang- malam
Di atas tanah yang mulai kering
tak ada lagi pohon rindang
kering-kerontang
gunung
Keluar lumpur dan lahar
Kadang angin kadang badai
Burung-burung terus bersiul
bukan musnah, nyaring bunyinya semakin bertambah


Suit Suiiit
Pak lurah terus bersiul
Bu lurah masih cemberut, pak lurah bikin ribut


Burung pak lurah tambah pandai-tambah pintar-tambah liar di dalam sangkar

Dan sarung tenun.
Suit Suiit

Bagaimana suara burungmu?


Semarang, di pinggir jalan, April 2015

dibacakan untuk pertama kali di panggung sastra Sajak Purnama Teater Metafisis
Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang
Sabtu, 02 Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar