Sabtu, 30 Mei 2015

(Bagaimana) Mencintai Hidup

Hidup mana yang tidak kau cinta, sedang kehidupan 

telah sering memberimu banyak hal?

Salah satunya, kehidupan telah memberi kepedihan, penderitaan, luka, duka, pahit, tangis dan serentetan cerita lain yang terkadang membuat kita tak dapat tidur pulas di malam pekat. Hal itulah yang sesungguhnya membuat hidup ini menjadi layak kita jalani dengan cinta.

Ada pedih yang membuat kita makin gigih. Ada derita yang membuat kita makin cinta pada diri. Ada luka yang mebuat kita tak hanya membual dengan  kata. Ada pahit yang membuat kita sadar dan optimis bahwa hidup memang tak selalu manis. Ada tangis yang membuat kita paham bahwa air mata adalah simbol bahwa kita sedang tak kuat membendung rasa. Kesemuanya adalah bagian dari hidup yang datang dan, sejatinya, oleh siapa saja, jika boleh memilih, tidak diharapkan untuk hadir menjadi bagian dari kehidupan ini.

Dan sejatinya juga, dalam satu pemaknaan, kalau kita cerna, hal-hal yang tidak kita inginkan  akan mempertegas bahwa kita punya keinginan. Punya kemauan untuk lebih dari sekadar yang biasa dan datar: makan-tidur-bermain-bersenang-senang dan merasa nikmat dengan keadaan. 

Mencitai hidup, menjalani dan melakukan hidup secara sadar dan ‘nyadar’. Sadar akan hak hidup, sadar akan kewajiban hidup, sadar akan  larangan hidup, dan sadar bahwa hidup tiada tujuan kecuali untuk tuhan dan kemanusiaan. ‘Nyadar’, melakukan secara sadar dan sesuai dengan harapan-harapan, dimana banyak orang menginginkan atau yang disebut dengan kesalehan sosial. Mencintai hidup menghormati hak hidup dan menjaga hak orang lain untuk hidup dan menjalani hidup.

Setiap kita punya garis yang tidak pernah terputus sekalipun tersambung dengan garis-garis orang lain. Satu garis satu tujuan dalam banyak jalan untuk sampai dipuncak keinginan. Banyak jalan untuk banyak orang. Lalu kadang kita saling berebut, menyenggol atau tersenggol dan akhirnya saling sikut. Mencintai hidup berarti pula menjaga sportifitas dalam bergaul, besaing dan bertanding. Itulah kewajiban hidup, juga sebagian dari larang hidup. Mencintai hidup berati pula menjaga keseimbangan: Menghormati hak, memenuhi kewajiban dan meninggalkan larangan. Sekali lagi tiada tujuan kecuali untuk tuhan dan kemanusiaan.

Tentang cerita hidup yang membuat kita merasa nyaman, tidak perlu untuk diceritakan. Di sana sudah mesti ada cinta, asal satu hal: tidak membuat kita melupa.

Semarang, 28 Mei 2015

Senin, 11 Mei 2015

Bangun, Pagimu Menunggu Senyum

Susah yang selalu basah dan selimpung kaki yang lelah menjarah sejarah. Luka yang kerap dibalut amarah merekah, goyah, lemah lalu roboh tertimbun oleh bongkahan resah.

Pasrah bukan salah, sebab lempeng tabah selalu dianggap semestinya ibadah. Tuhankah yang menganggapnya, lalu aku, kita melakukannya, atau sebaliknya, bahwa aku, kita sebenarnya sudah lelah dan menyerah.

Pasrah harus punya jaminan. Tabah harus punya alasan. Pasrah karena seluruh kekuatan talah dikerah, tidak hanya sekali, berkali-kali, sampai ada koreksi, sampai pikir dan hati tak dapat kalimat untuk dibagi.

Dan, tabah, sebab yang dianggap ibadah benar-benar telah meluluh lantah, dari semula tangan dan kaki masih sudi menemani hingga hatipun tak dapat lagi mendengar denyut nadi.

Dalam kesadaran terdalam, kita menjadi kuat karena selalu diberi harap. Harap-harap tenang, harap-harap senang, harap-harap datang, dan pula harap-harap cemas bagi musim: jika panas tak hujan atau jika hujan tak gersang. Bangunlah karena harapan. Bangunlah. Bangun.
Bangun,

Bangun,

Bangun,

Dan, bangun

Lalu, bangun

Kemudian, bangun

Bangun!

Pagimu menunggu senyum.

Kalah Menang

Pertama,
    Aku resah
kedua,
    Aku lelah
ketiga,
    Aku pasrah
keempat, 
kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh:

Aku kalah.

kesebelas,
   Aku senang
keduabelas,
   Aku tenang
ketigabelas,
   Aku memang
keempatbelas, kelimabelas, keenambelas, ketujuhbelas, kedelapanbelas, kesembilanbeladan keduapuluh:

Aku menang.

Kalah dan menang
Menang dan kalah
menang
kalah 
menang
kalah
menang
Kalah-menang, kalah-menang, menang-kalah, menang-kalah, kalah-menang, kalah, menang, menang, kalah, menang, kalah, menang,

seperti teka-teki silang,
mainan dan pengetahuan

menang itu puji
kalah itu caci

Ada menang yang caci
seperti menang pemilu lalu korupsi
Ada kalah yang puji
seperti mengalah karena mengerti
kalau hidup bukan caci-mencaci
maki-memaki
apalagi mencaci-maki

Menang itu tenang
Kalah itu geram

Ada menang yang geram
Seperti menang judi lalu pergi ke prostitusi
ada kalah yang tenang
Seperti kalah perang karena tuhan dan kemanusiaan

Kalah dan menang seperti salah dan benar
benar bisa salah, 
                        salah bisa benar
menang bisa kalah,    
                            kalah bisa menang

Kalah-menang
                    salah-benar

suram
di zaman edan

Minggu, 10 Mei 2015

Pinta

Pinta, meminta, dipinta, terpinta, permintaan. Kumpulan kosa kata dari satu kata, pinta. Aku dan diantara kata yang kusebut: menjadi benda yang masih "absurd". Pinta.  

Aku pinta yang entah akan meminta, dipinta, atau terpinta. Aku meminta tak pernah kau beri. Aku pun enggan kembali meminta. Aku pinta yang tak ingin dipinta atau terpinta. Sekalipun engkau yang meminta, aku enggan dipinta karena aku akan menjadi benda sebab kau bendakan.

Aku pinta yang punya permintaan, atau dalam kata yang berbeda, doa dan harapan. Tapi tidak untuk dipinta, meminta atau terpinta, seperti siang yang tak pernah meminta malam atau gelap yang tak pernah dipinta terang.

Kata seorang teman: Kita tidak sedang berjalan di jalan buntu. Ranting punya batang dan akar, lalu, akan tumbuh daun atau kembang. Begitupun jalan, selalu ada tembusan sepanjang langkah tidak tertahan.

Aku pinta dan barangkali engkau tidak. Atau mungkin ia, maka jika demikian kita sedang berada di tengah jalan yang, entah karena ada doa dan harapan, akan dijumpakan atau tidak. Meski kadang berpapas atau beriringan kita tak dapat bergandeng tangan karena aku di sini dan engkau di sebrang jalan. Kita kadang hanya bisa melambaikan tangan atau saling sorak, berpapas tapi tidak saling tabrak karena tidak dalam satu jalan.


Aku pinta yang hanya ingin bertemu dengan pinta-pinta yang sama: tidak meminta, dipinta, terpinta. Pinta yang hanya punya permintaan, atau dalam bahasa yang berbeda, doa dan harapan.   

Semarang, 10 Mei 2015

Kamis, 07 Mei 2015

Kau Kah Itu?

Aku rusak karena kau pasak. Kau tadang aku oleh anyir pandang wajahmu. Kau kah itu?

__yang akan menjadi mati bagi hidup yang ditikam belati berkali-kali, atau hanya rimbun yang mencegah kaki saat seharusnya aku lihat bukit tinggi untuk kemudian aku daki.


Atau?

Kau kah itu?

__yang akan menjadi tajam bagi tumpul pikir saat aku butuh inspirasi, dan jawab dari cecar tanya yang tak pernah berhenti, lalu aku diam tanpa bunyi.

Aku pernah memikirkan itu.

Lalu
Kau kah itu?

__yang lalu, dan berlalu, layu, lalu aku jadi pilu?


Mei 2015
Sajak Miftahul Arifin