Kamis, 22 September 2016

Tawa Tangis Kita Menyenangkan

Aku melihatmu dalam kemandirian itu. Dalam tanpa kedok dan kepura-puraan bekerja keras. Dalam sungguh yang tiada namun diadakan. Jatuh bangun yang pernah engkau alami mendewasakanmu dalam banyak hal. Dalam nekerja, dalam bersikap, dan dalam berpikir.

Aku ingin kau ajarkan aku. Dalam dirimu yang telah menjadi bagian dari diriku.
Aku ingin bersamamu. Bersama sedihmu. Bersama tawamu. Bersama sedih dan tawa dan jatuh bangun yang diulang-ulang. Sampai kita lupa bagian mana disebut kesedian.

Dalam kerapuhan ada kekuatan. Dalam kekuatan ada arang melintang. Ini mengartikan kalau yang disebut susah atau senang adalah suram. Kita saja yang tahu. Kita saja yang merasa. Kita saja yang mau. Mau pilih menyenangkan atau menyusahkan keadaan yang terus berjalan hingga nyawa melayang.

Aku ingin sederhana saja. Yang tak berpikir harus banyak uang. Yang tak begitu berharap harus punya kijang. Apalagi kemewahan tapi selalu 'perang'. Punya kamu dan anak kita yang selalu senang. Bisa tertawa. Bisa jalan-jalan. Bisa bermain di pantai. Bisa main ayunan di taman. Ini cukup.

Ah!

Jepara, 22 September 2016