Senin, 16 Februari 2015

Aku Cinta Polri, KPK dan Cinta Indoensia

google.com
Bagaimana saya harus memulai tulisan ini sementara saya berada diantara ribuan penulis yang mungkin telah banyak menulisnya hari ini. Baik dari kalangan wartawan, penulis opini di media, aktifis facebook, twitter dan media sosial yang lain. Baik tulisan yang hanya satu sampai dua kalimat sampai pada tulisan dengan ribuan kata. Saya juga ambil bagian di dalamnya. Saya berada diantara ribuan huruf, kata, dan kalimat yang hari ini tidak yatim dengan kata, Putusan Pengadilan, Hakim Rizaldi, Budi Gunawan, KPK, Polti dan Jokowi. 


Kita telah menyaksikan bersama putusan Pengadilan Negeri (PN) yang dipimpin oleh hakim tunggal Sarpin Rizaldi ihwal praperadilan Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saya, dan mungkin mayoritas masyarakat Indoensia, merasa kaget dengan putusan hakim yang menerima gugatan Budi Gunawan. Yang paling mengagetkan, barangkali, ketika penetapan sebagai tersangka oleh KPK dinyatakan tidak sah oleh Hakim. Yang menjadi pertanyaan besar, mengapa seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka tiba-tiba dihapus ketersangkaanya di sidang praperadilan? Bukankah itu kewenangan sidang pengadilan? Ada apa dengan sarpin? Mungkinkah ia telah berlaku tidak adil dalam mengadili?

Saya bukan ahli hukum pertanyaan-pertanyaan itu. Dan jika pun saya menjawab, jawaban saya mungkin hanya sekadar mengutip dari beberapa pernyataan tokoh yang sudah ahli di bidang hukum. Atau saya hanya bisa menjawab berdasarkan analisis terhadap beberapa pernyataan yang telah disampaikan melaui media, cetak maupun elektronik.

Ada dua kubu, kelompok, atau pihak dalam menyikapi putusan hakim. Pertama, mereka yang merasa senang dan bangga karena pengadilan mengabulkan gugatan Budi Gunawan. Sebagian mereka, termasuk dari kalangan polri, sampai melakukan sujud syukur karena merasa menang. Sebagian yang lain menyerbu istana dan mendesak presiden Joko Widodo untuk segera melantik Budi Gunawan sebagai kepala Polri Negara Republik Indoensia. Mereka adalah pihak pendukung budi gunawan. Kedua, mereka yang mengecam habis-habisan hakim karena dianggap telah merusak tatanan hukum negara. Hakim dianggap tidak konsisten. Ngawur dan mencederai keadilan di tanah air. Mereka adalah pihak KPK yang sejak beberapa minggu terakhir menyatakan dengan lantang #seveKPK. Selamatkan KPK demi pemeberantasan korupsi yang semakin membabi buta.

Dan saya termasuk kelompok yang kedua ini. Alasan saya sederhana: biar bagaimanapun, di tengah-tengah maraknya pejabat negara yang melakukan korupsi, KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi harus tetap dijaga. Bukan saya menafikan bahwa KPK selalu bersih dan anti kepentingan tertentu. Tetapi menyelematkan negara, uang negara, kekayaan negara dari tangan koruptor itu lebih penting karena menyangkut kehidupan orang banyak. Menyangkut kepentingan rakyat Indonesia. Menyelamatkan KPK lebih dibutuhkan dari pada menyelamatkan Budi Gunawan yang hanya jadi atau tidaknya sebagai kepala kapolri. Toh, sekalipun budi gunawan tidak dilantik, masih banyak jenderal-jenderal yang lain, yang menurut saya bisa lebih kredibel dengan mantan ajudan presiden Megawati Soekarno putri itu. Hal ini diperkuat dengan beberapa rekam jejak Budi gunawan yang selama ini sempat disinggung juga pernah bermasalah dengan hukum (lih. tempo, 2-9 februari 2015)

***

Sebelumnya, pertanyaan beruntun diajukan kepada presiden Jokowi terkait nasib budi gunawan, tetap dilantik menjadi kepala polri atau dibatakan karena memang pengangkatan kapolri merupakan hak prerogatif presiden. Menanggap pertanyaan itu, jawaban yang sama diampaikan oleh presiden, “secepatnya,” kata Jokowi. Sebagian besar masyarakat mungkin menafsiri perkataan bapak presiden, bahwa pengumuman nasib budi menunggu siding praperadilan yang diajukan Budi Gunawan.

Kini, praperadilan sudah selesai. Keputusan sudah diketok oleh hakim. Masyarakat sedang menanti keputusan bapak presiden meskipun sepertinya putusan membatalkan pelatikan itu kecil mengingat situasi politik dimungkinkan akan semakin memanas. Pada posisi ini presiden sedang diuji. Jika ia memilih bersama mayoritas masyarakat dengan membatalkan pelantikan maka citranya akan meningkat di mata rakyat sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana dan benar-benar sesuai dengan janjinya ingin memberantas korupsi. Jika tetap melantik, maka ia akan berhadapa dengan partai pendukung yang tergabung dalam Koalisi Indoensia Hebat (KIH) yang selama ini mendudukung budi Gunawan Sebagai kepala Kapolri. Bagai buah simalakama, presiden kini sedang dalam dilema. Keputusannya sama-sama mengandung konsekuensi.

Tinggal bagaimana Jokowi menakar efek positif dan negatifnya, memilih dengan hati nuraninya, tanpa ditumpangi kepentingan apapun, personal atau golongan, itulah yang terbaik bagi bangsa indoensia. Saya lahir di Indoensia, hidup di Indoensia, dan bangga menjadi warga negara Indonesia. Dan lebih bangga jika persoalan yang selama ini membelit negara dan rakyat Indoensia segera tereselesaikan. Aku Cinta Polri, cinta KPK, dan Cinta Indoensia.

Mari kita mengingat kembali lagu Indoensia raya:

Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku

Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan Tanah Airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu

Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya

Saya ingin tidur dan semoga setelah bangun saya sudah menjadi orang yang lebih bangga dengan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar