Jumat, 25 Juli 2014

Pesona Terminal Bungurasih

Disinilah orang orang itu harus singgah terlebih dahulu untuk melanjutkan perjalanan dari daerah ke daerah, dari satu kota ke kota lain, dari desa ke kota atau dari kota ke desa. Bus bus berjejer sesuai rute perjalanan. Para pendatang hilir mudik tanpa peduli siapapun kecuali maksud yang hendak dituju sejak keluar halaman rumah. Sebagian tampak lihai tanpa peduli beberapa orang yang menyapa.


Bagi sebagian yang blum berpengalaman ia akan tampak bingung. Ternyata rekaan yang diangankan sebelumnya tak sesempit apa yang dipikirkan. Ini juga yang memberi peluang bagi orang malas bekerja keras untuk memanfaatkan kesempatan, menipu. Calo2 berkeliaran di setiap tempat macam ini. Biasanya pura2 berperan sebagai dewa penolong. Mengatasi kebingungan pendatang, menjadi penunjuk arah, menawarkan jasa secara paksa.
Para pegang asongan juga sibuk menawarkan dagangan. Mulai dari penjual es, kopi, buah, jajanan ringan, tasbih, dmpet, peci, kaos dan lain lain.

Para pengamen sibuk memetik gitar. Mulai dari yang suara fals sampai suara lembut. Mulai yang berpenampilan urakan sampai yang berpenampilan mecing.

Pesona terminal Bungurasih tak banyak berubah secara sosial, sejak aku mulai mengenalnya beberapa tahun silam. Hanya beberapa tempat yang mulai di renovasi, dipoles, dibangun, dipercantik agar tanpak menor seperti wanita2 yang tak sidikit dapat dijumpai di berbagai tempat. Ketika saya singgah di tempat ini selalu ada perubahan di bidang infrastruktur.

Tak tampak perubahan secara sosial. Semacam keramahan lingkungan. Senyum manis dari para pelayan seperti di mall2. Tak jarang pada ribut menawarkan jasa. Setiap beberapa langkah selalu ada pertanyaan yang di ulang2 oleh orang yang berbeda. Bahkan tak segan memaksa tanpa tau keinginan para pengunjung.

Ingatanku melompat ke satu waktu beberapa tahun silam, ketika sesorang memaksa saya untuk menaiki bisnya. Aku sempat mau ribut lantaran tak suka dipaksa. Dan Ketika itu, aku dan beberapa orang teman masih hendak menikmati pesona terminal, menyaksikan lalu lalang para pengunjung. Tapi tiba orang itu menarik narik lenganku. Aku melepas tarikannya. Ia tampak emosi. Lekas2 pula aku menghindar.

Beberapa tahun sebelumya tiba2 tiba ada orang yang sok baik menawarkan jasa. Ia merayu dan menjanjikan fasilitas yang memuaskan. Aku yang belum tahu apa2 hampir saja tertipu, setelah tahu ongkos yang harus dibayar harus berlipat dari biasanya.

Terminal memang selalu demikian. Dipenuhi sampah2 masyarakat. Di penuhi kemunafikan. Dipenuhi kebiadaban. Pintar2 para pengunjung harus bersikap. Agak smbong lebih pantas. Sok tahu lebih baik. Demi menghidari kejahan.

Surabaya, 23 Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar