Sabtu, 14 Desember 2013

Mengabadikan Masa Silam yang Kelam untuk Masa Depan Yang Panjang

Google Photo

Mengabadikan masa silam yang kelam untuk masa depan yang panjang. Agar dibaca orang untuk menjadi pegangan, bahwa ada kekuatan di balik keadaan yang akan mewujudkan harapan.

Ini bagian dari kisah hidup yang sampai kapan pun tidak akan pernah terlupakan.

Aku adalah salah seorang yang dinyatakan lulus tes seleksi masuk perguruan tinggi dengan gratis di salah satu perguruan tinggi negeri di Semarang. Aku senang mendengar kabar yang disampaikan salah seorang ustad dari seberang sana. Saat itu aku berada di sebuah pesantren di Sumenep setelah beberapa hari aku dibawa beliau dan didaftarkan untuk mengikuti tes itu.

Namun, dibalik itu, kabar gembira kelulusanku di Fakultas Ushuluddin Program Khusus (FUPK) IAIN Walisongo Semarang itu tidak lantas membuat aku gembira sepenuhnya. Ada beberapa hambatan yang harus aku lalui.

Masih ku ingat ketika itu. Tak ada cara lain, kecuali aku harus rela berpanas-panasan, keliling kerumah-rumah di luar desa tempat aku tinggal. Bahkan sampai keluar kecamatan. Dengan membawa satu bendel proposal pribadi, aku mendatangi rumah-rumah untuk mencari rupiah. Sebab, menurut informasi yang aku dengar, beasiswa akan cair setelah aku menjalani proses perkuliahan. Sehingga untuk pembayaran awal aku harus memakai uang sendiri terlebih dahulu.

Uang yang kubutuhkan saat itu “satu juta dua ratus ribu rupiah”. Separuh untuk pembayaran SPP dan separuhnya lagi untuk persyaratan lain-lain.  

Bagi orang sekaliber aku, seorang siswa yang baru dinyatakan lulus sekolah menengah atas, tentu mencari uang sebesar itu bukan suatu pekerjaan yang mudah. Hingga apapun harus kulakukan termasuk “mengemis” kepada orang-orang. Cara tersebut adalah satu-satunya cara terakhir yang bisa kulakukan saat itu setelah aku mencoba menghubungi teman-temanku untuk dicarikan kerja dan hasilnya nihil.

Rumah demi rumah ku datangi satu persatu tanpa mengenal lelah. Mulai dari desa tetangga hingga ke sebuah pulau di daerah Sumenep. Tak sedikit orang yang menolak proposal pribadi yang ku ajukan. Entah karena usahaku mereka anggap akal-akalan semata maupun karena orang yang aku datangi memang tidak begitu suka memberi bantuan kepada orang lain, alias pelit.

Sebagian memberi dengan ala kadarnya dengan menampakkan wajah yang kurang enak dipandang. Dan sebagian yang lain nampak iba dan memberi dengan ala kadarnya pula. Sebagian lagi ada yang menyambut baik dengan memberi bantuan yang lumayan besar, saat itu 50 ribu rupiah, nilai paling tinggi yang aku dapatkan. Hingga aku berjanji pada diriku sendiri, kelak ketika aku sudah suskes aku akan mengunjunginya kembali dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Betapa aku terharu, betapa mereka adalah keluarga yang berbahagia dan dipenuhi oleh kebaikan-kebaikan. Salah seorang teman mengatakan, setiap ada orang yang meminta bantuan ke keluarga itu pasti disambut dengan tangan terbuka. Subhanallah.

Pernah pula aku disambut dengan ceramah yang sok memberi solusi. Ia adalah petugas polsek di kecamatan Bluto. Aku lupa nama beliau. Agak lama aku berbincang dengannya hingga akhirnya berujung pada sebuah janji, ia akan memberiku bantuan. Namun setelah beberapa hari kemudian, setelah ku datangi kembali ke tempat ia bekerja, janji yang ia sampaikan tempo hari tidak ia tepati. Alasannya, ia tidak punya uang. Beliau hanya menitip doa sebelum keberangkatanku.

Beberapa hari aku berjalan, menyusuri jalan terjal demi keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah tinggi, akhirnya terwujud. Entah berapa rupiah aku mendapat bantuan dari orang-orang yang sama sekali tak ku kenal kecuali kebaikannya, aku sudah tidak mengingatnya. Yang jelas semua kebutuhan saat itu sudah terpenuhi. Dan ketika aku tulis catatan ini, aku sudah berada di semester 7 jurusan akidah dan Akhlak Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.

Betapa tuhan tidak akan pernah menyia-nyiakan setiap usaha yang dilakukan oleh hambanya. Puji syukur kepada tuhan yang telah memberiku kehidupan dengan warna-warninya. Puji syukur kepada dzat yang maha kasih yang telah mengajariku hidup lebih dewasa.

Di kota semarang aku hidup. Di kota semarang aku belajar tentang arti kehidupan. Satu hal yang masih aku imani dan terus kupegangi, bahwa tuhan hadir dalam hidupku, membimbimbingku, dan ia tak akan meninggalkanku sendirian.

Terkadang kita memang harus melakukan apapun untuk mewujudkan apa yang kita inginkan. Mulai dari “menghinakan” diri sampai pada “mengangkuhkan” diri dengan tindakan anarkis yang sejatinya merugikan orang lain. Semua dilakukan bukan tanpa alasan. Ketika keinginan sudah membelenggu diri, seseorang tidak akan sempat melihat kanan-kiri dan yang dibenaknya hanya satu: “Apa yang ku inginkan harus terwujud!”

Semoga catatan kecil ini menjadi inspirasi bagi siapa saja yang membaca. Cerita tetang perjalananku, bahwa keinginan yang kuat tidak akan pernah sia-sia asal dibarengi dengan usaha keras untuk mewujudkannya.

Jangan berfikir tidak bisa untuk keluar dan mengatasi masalah. Percayalah bahwa tuhan selalu bersamaku, bersamamu dan bersama kita semua. Itulah imanku!  

Semarang, 09 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar