Rabu, 07 November 2012

Umat Islam dan Problem Kemiskinan di Indonesia

Oleh Miftahul Arifin
Dimuat di radadar madura, oktober 2012

Salah seorang warga singapura pernah berkata, “bukan indonesia yang butuh dunia tapi dunia yang butuh indonesia”.
Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan. Paling tidak, dengan dua alasan; pertama, sebagai reaksi atas sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia. Tentu masih lekat dengan ingatan bangsa indonesia, dimana republik ini menjadi objek
sekaligus medan kompetisi bangsa asing. Mulai dari portugis, jepang hingga belanda sebagai Negara paling betah “menyetubuhi” Negara Indonesia. Dalih berdagang hanya sebagai kedok dari maksud terselubung yang ingin mereka lancarkan; mengeruk kekayaan alam, bahkan ingin menguasai negeri ini. Hingga kini pun, kolonialisasi itu masih tetap berlangsung namun dengan cara yang nyaris berbeda. Yang disebut terakhir inilah yang mungkin sangat tanpak dalam memori warga singapura tersebut.
Kedua, sebagai reaksi kekaguman terhadap bentangan alam Indonesia, baik secara geogerafis maupun geologis, dimana struktur bumi Indonesia mengndung lempengan mineral yang dapat mendudukung keberlanjutan hidup umat manusia.
Dua hal diatas memang cukup representatif untuk dijadikan alasan. Memang demikian adanya. Sebagai warga negara, yang secara langsung menyaksikan dengan mata kepala sendiri, penulis perlu mengamini pernyataan itu. Dan masyrakat tentu sudah mafhum, bahkan mereka akan secara lantang menjawab “ya”, jika diajukan sebuah pertanyaan: benarkah Indonesia memiliki kekayaan melimpah? Bahkan golongan  awam  sekalipun, seketika, akan menjadi “jenius” menanggapi pertanyaan tersebut.
Namun, faktanya, apa yang terjadi saat ini adalah tidak tercerminnya kesejahteraan masyarakat sebagai konsekuensi logis dari kekayaan yang ada. Sebaliknya, masyarakat kian terpuruk; tidak menemukan kenyamanan hidup.

Problem Kemiskinan
Dalam sebuah artikel yang berjudul “tori indonesia maju” (Jurnas:7/10/11), dijelaskan bahwa kemelaratan indonesia ditengarai karena elit pemerintah yang mengeruk kepingan pribadi dengan mengekor dan mengolah kebijakan yang menguntungkan asing, dan merugikan bangsa secara semena-mena. Selain itu, rusaknya sistem produksi dalam negeri yang disebabkan adanya kebijakan ekspor-impor yang tak terkendali dan tak terawasi.
Akibat yang paling tampak dari insiden “mengerikan” di atas tak lain adalah problem kemiskinan yang kian mengemuka. Kemiskinan menjadi problem utama karena ia akan berdampak pada berbagai sendi kehidupan manusia yang sangat vital. Ia akan menjadi mesin pembunuh yang berbahaya bagi fisik dan pribadi masyarakat. Bukti kongkrit, berapa banyak korban gizi buruk, yang disebabkan kurangnya suplay makanan yang sehat, bersih dan bernutrisi? Pun tak sedikit nyawa melayang karena korban kelaparan. Ironisnya, dalam kondisi ini pun, para aparatur negara masih sempat membahas kenaikan gaji tanpa ada koreksi terhadap kinerjanya.
Masyarakat miskin tidak dapat mengenyam pendidikan dengan normal. Bahkan, demi sesuap nasi, sebagian mereka lebih memilih menjadi kuli dari pada melanjutkan studi. Disinilah letak gagalnya lembaga pendidikan membentuk karakter masyarakat secara merata. Pemerintah belum sukses “mendidik” warga negaranya secara efektif. Dan bukankah kita semua tahu bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Inilah yang selama ini belum sepenuhnya di sadari oleh pihak pemerintah. Pendidikan gratis yang digadang pemerintah selama ini belum berjalan secara optimal. Banyak temuan, biaya pendidikan untuk warga miskin tak tepat sasaran. Belum lagi, banyak alokasi dana pendidikan yang dikorupsi. Nahas.
Implikasinya, masyarakat miskin yang tak mengenyam pendidikan akan lemah secara moral dan pengetahuan. Ia akan mudah terdoktrin oleh lingkungan. Maka, tak heran jika banyak dari mereka memilih jalan pintas untuk menyambung hidup. Merampok dan menjamret atau yang lainnya. Bahkan, tanpa bermaksud menyindir pihak lain, mereka akan rela pindah agama karena kebutuhan ekonomi. Mungkin inilah yang pernah disinggung dalam sebuah maqolah: Kadza al fakru an yakuuna al kufru: kefakiran akan lebih dekat dengan kekafiran.
Peran Muslim
Sebagai Negara yang dihuni oleh mayoritas muslim, peran muslim sangat penting dalam mengatasi problema masyarakat, dalam hal ini kemiskinan. Secara radikal, dapat dikatakan bahwa kemiskinan merupakan tanggung jawab umat islam.
Sebenarnya, islam telah memiliki konsep yang sangat apik dalam menangani problem kemiskinan. Kemiskinan dalam islam menjadi tanggung jawab bersama, tak hanya pemerintah atau sebuah institusi negara. Kewajiban membayar zakat bagi seluruh umat islam, disamping untuk membersihkan harta, secara sosiologis, merupakan satu trobosan untuk meminimalisir kemiskinan. Makanya, urutan penerima zakat pun adalah orang fakir miskin. Selama masih ada fakir miskin, maka pemberian zakat tidak dianjurkan kepada yang lain.
Ahmad Mustofa Al Maraghi dalam tafsirnya al Maraghi menegaskan dua hal fungsi zakat; pertama, sebagai modal pertahan Negara dalam menyangkal serangan musuh. Kedua, menyelamatkan manusia dari kematian karena kelaparan. Menurut penulis, jika problem utama yang cukup mendesak dicarikan solusi adalah kemiskinan, maka tujuan zakat tak lain untuk itu. Dalam kontek ke-indonesia-an, kiranya, sangat tepat gagasan Al Maraghi untuk dijadikan pertimbangan.
Sayangnya, fungsi zakat di Indonesia, saat ini, belum berjalan dengan baik. Salah satu problemnya adalah karena penyaluran zakat tidak sepenuhnya dihandle oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Amil Zakat (BAZ). Penyaluran zakat, khususnya bagi masyarakat pedesaan saat ini masih banyak dihandle sendiri. Selain, sifatnya yang berupa konsumtif, terkadang penyalurannya pun kurang tepat. Misalnya, untuk musholla atau lembaga pendidikan. Dalam islam, hal ini sah-sah saja. Namun, alangkah baiknya jika zakat diberikan langsung kepada fakir miskin. Sehingga, dapat memenuhi tujuan utama zakat sebagaimana disyariatkan agama islam; mengurangi angka kemiskinan. Sementara pemberian zakat dalam bentuk barang konsumtif dinilai kurang kreatif.

Optimalkan Fungsi Zakat
Oleh karena itu, agenda terpenting saat ini, selain upaya terus menerus melakukan perbaikan terhadap perekonomian negara, tidak ada salahnya jika sistem penyaluran zakat Indonesia juga diperbaiki. Salah satunya, pemerintah mewajibkan kepada seluruh masyarakat agar zakat yang mereka keluarkan, baik zakat fitrah maupun zakal mall, harus melaui badan-badan yang telah ditunjuk pemerintah. Momen ini sangat tepat mengingat saat ini memasuki bulan suci ramadhan, dimana, setiap umat islam wajib membayar zakat (zakat fitrah).
Peran lembaga zakat adalah mengoptimalkan penyaluran zakat bagi masyarakat miskin di seluruh seantoro indonesia. Barang barang zakat harus berupa lapangan kerja (zakat produktif) yang dapat menumbuhkan kreatifitas masyarakat miskin. Zakat produktif memiliki fungsi yang sangat apik, yaitu dapat mengurangi angka penduduk miskin secara riil. Meskipun butuh waktu panjang, mengingat angka kemiskinan sangat banyak, zakat produktif memiliki danpak yang nyata. Saya kira begitu.

Miftahul Arifin, Penulis Adalah Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, santri Pondok pesantren Mashlahatul Hidayah Errabu Bluto  Sumenep
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar