Hidup mana yang tidak kau cinta, sedang kehidupan
telah sering memberimu banyak hal?
Salah satunya, kehidupan telah memberi kepedihan, penderitaan, luka, duka, pahit, tangis dan serentetan cerita lain yang terkadang membuat kita tak dapat tidur pulas di malam pekat. Hal itulah yang sesungguhnya membuat hidup ini menjadi layak kita jalani dengan cinta.
Ada pedih yang membuat kita makin gigih. Ada derita yang membuat kita makin cinta pada diri. Ada luka yang mebuat kita tak hanya membual dengan kata. Ada pahit yang membuat kita sadar dan optimis bahwa hidup memang tak selalu manis. Ada tangis yang membuat kita paham bahwa air mata adalah simbol bahwa kita sedang tak kuat membendung rasa. Kesemuanya adalah bagian dari hidup yang datang dan, sejatinya, oleh siapa saja, jika boleh memilih, tidak diharapkan untuk hadir menjadi bagian dari kehidupan ini.
Dan sejatinya juga, dalam satu pemaknaan, kalau kita cerna, hal-hal yang tidak kita inginkan akan mempertegas bahwa kita punya keinginan. Punya kemauan untuk lebih dari sekadar yang biasa dan datar: makan-tidur-bermain-bersenang-senang dan merasa nikmat dengan keadaan.
Mencitai hidup, menjalani dan melakukan hidup secara sadar dan ‘nyadar’. Sadar akan hak hidup, sadar akan kewajiban hidup, sadar akan larangan hidup, dan sadar bahwa hidup tiada tujuan kecuali untuk tuhan dan kemanusiaan. ‘Nyadar’, melakukan secara sadar dan sesuai dengan harapan-harapan, dimana banyak orang menginginkan atau yang disebut dengan kesalehan sosial. Mencintai hidup menghormati hak hidup dan menjaga hak orang lain untuk hidup dan menjalani hidup.
Tentang cerita hidup yang membuat kita merasa nyaman, tidak perlu untuk diceritakan. Di sana sudah mesti ada cinta, asal satu hal: tidak membuat kita melupa.
Semarang, 28 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar