Minggu, 25 Januari 2015

Notulen Untuk Jokowi

Google.com

Oleh: Miftahul Arifin *)

Kasus Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa saat setelah ia ditunjuk menjadi calon tunggal kepala kepolisian Republik Indoensia (RI) berbuntut panjang, menjadikan situasi pemerintahan kian memanas. Hingga kini dua lembaga besar negara, Polri dan KPK, sudah tanpak terbuka saling menyerang satu sama lain. Banyak pihak mengklaim, serangan terhadap KPK sebagai sebuah upaya pelemahan lembaga pemberantas korupsi itu. Tidak adanya bukti yang cukup kuat, menjadikan lembaga lembaga Polri berdalih bahwa “serangan” terhadap KPK murni urusan hukum yang memang harus ditegakkan di negeri ini. Begitupun dengan KPK, ia seperti tokoh protagonis dalam sebuah film yang mendapat pembelaan sekalipun salah satu anggotanya juga ditetapkan sebagai tersangka.


Kini, masyarakat menanti ketegasan presiden Jokowi sebagai pemimpin tertinggi di negeri ini untuk bertindak. Kita semua tentu berharap, keputusan yang diberikan Jokowi adalah keputusan  yang terbaik dan memihak pada kepentingan rakyat. Bukan sebagai politisi yang memihak satu kelompok tertentu untuk menguatkan.

Presiden punya kewenangan ketika negara atau pemerintahan di dalamnya mengalami situasi sulit dan tak kunjung terselesaikan. Kewenangan presiden adalah hak “istimewa” yang dilindungi undang-undang. Sebagai mana disampaikan Mahfud MD dalam Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Gama Media, 1993), hak prerogatif presiden sebagai “hak istimewa” yang dimiliki oleh presiden untuk melakukan sesuatu tanpa meminta persetujuan lembaga lain.

Hak tersebut bertujuan agar fungsi dan peran pemerintah direntang sedemikian luas sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat membangun kesejahteraan masyarakat. Maka, sekali lagi perlu ditegaskan di sini, kepentingan rakyat harus didahulukan dari kepentingan yang lain.

Akar Masalah

  Kalau kita lihat, akar masalah dari perseteruan KPK dan Polri tidak dapat dipungkiri merupakan buntut dari kebijakan Jokowi yang terkesan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, mengajukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal kepala kepolisian RI menggatikan Jenderal Sutarman yang akan pensiun pada Oktober mendatang. Padahal, masih banyak waktu untuk lebih jeli dalam menilai layak atau tidak seseorang untuk diajukan sebagai pimpinan lembaga negara. Kehati-hatian presiden dalam meberikan keputusan adalah poin penting yang harus dicatat setelah kejadian ini. Apalagi ketika dihadapkan pada situasi minimnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Jika keputusan yang benar bisa jadi salah kerena berakhir dengan kegagalan, apa lagi keputusan tergesa-gesa yang seolah tanpa pertimbangan.

Ditengah-tengah penantian terhadap keputusan terbaik dari presiden, penulis berkeyakinan, publik menyimpan kekecewaan di dalam lubuk hati yang paling dalam terhadap Jokowi. Sebab terlihat jelas sikap presiden yang terkesan lambat dalam memberikan keputusan. Hal ini tanpak berbeda pada saat ingin mengajukan Budi Gunawan calon tunggal Kapolri. Sebagaimana diberitakan, belum hitungan hari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengajukan beberapa calon kepala Polri, presiden langsung menunjuk Budi Gunawans sebagai calon tunggal yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat.

Banyak pihak yang menyayangkan penunjukan Budi Gunawan tidak melalui pertimbangan KPK dan Pusat pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Presiden memiliki hak prerogatif dalam mengangakat kepala lemabaga negara dijadikan alasan oleh kelompok pro keputusan presiden termasuk wakil presiden Jusuf Kalla waktu itu. Inilah akar permasalahan atas perseteruan antara KPK dan Polri.  

Ini harus dipahami betul-betul oleh Jokowi. Jika presiden tidak segera mengambil keputusan, maka situasi akan semakin mencekam dan kemarahan publik nantinya akan semakin mempertegas bahwa posisi presiden telah sedikit kehilangan daya tawar di mata rakyat. Harapan masyarakat kepada pemimpin baru perlahan akan tergerus jika presiden tidak tanggap dengan permasalahan yang terjadi.

Atas situasi ini setidaknya tiga catatan penting bagi presiden untuk melanjutkan tampuk kemepimpinannya: Pertama, Indonesia adalah negara kesatuan republik yang menjunjung tinggi sistem demokrasi atau musyawarah. Alangkah lebih bijak jika setiap keputusan yang akan diambil didasarkan pada hasil musyawarah. Dalam kontek ini, lembaga-lembaga negara yang memiliki peran penting harus menjadi kawan bermusyawarah presiden. Asas musayawaroh adalah karakteristik bangsa sebagai mana tertuang dalam pancasila ke-4, kerakayatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan atau perwakilan.

Kedua, waktu yang panjang hendaknya dijadikan kesempatan untuk memantabkan putusan. Pertimbangan yang akan menghasilkan keputusan yang memuaskan.

Ketiga, sebagai kepala negara Jokowi diharapkan dapat bersikap tegas tanpa pandang bulu untuk memberantas mafia-mafia di lembaga pemrintahan. Presiden adalah seorang negarawan yang harus berpihak pada kepentingan rakyat. Bukan pada kepentingan tertentu yang nantinya dapat merugikan rakyat.

Keputusan cepat presidean untuk menyelasaikan perseteruan antara KPK dan Polri sedang dinanti sebelum memakan korban, setelah keduanya sudah saling sikut.


*)Peneliti di Idea Studies dan Human Resourch Departement SKM Amanat UIN Walisongo Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar