Apa yang penting dari seekor nyamuk: hewan kecil penghisap
darah dan pengganggu orang setiap kali melakukan aktivitas tidur. Karena nyamuk,
hewan kecil yang suka terbang lalu berteriak di pinggir telinga itu, hidup
seseorang terkadang harus berakhir. Setiap tahun, setiap datang musim hujan,
selalu ada saja yang mati karena penyakit bernama demam berdarah.
Seseorang yang masih proses belajar memahami hakikat
penciptaan, mungkin gagal paham dan mengira keberadaan hanya sebuah
kesia-siaan. Sebab esensi makhluk hidup mustinya memberi manfaat, bukan
sebaliknya: memberikan mudlorot. Di sinilah kita akan belajar tentang apa yang
penting dan yang hanya dianggap penting: kepentingan.
Bagi setiap orang, belajar paham agar tak salah dalam
memahami segala yang pernah dilihat, didengar, dan setiap kejadian yang secara
langsung atau tidak menimpa dirinya adalah penting. Tuhan pun menganggap penting
penciptaan seekor nyamuk hingga akhirnya ia harus diciptakan.
Tuhan menyampaikan langsung mengenai ini dalam Quran surat Al Baqarah 26: Tuhan sedang membuat perumpamaan. Karena perumpamaan itu, mansusia sebagian menjadi semakin mantab beriman. Karena perumpamaan itu pula sebagian lainnya justru semakin tersesat.
Seorang guru sewaktu saya sekolah pernah berujar: karena
nyamuk banyak orang bisa makan setelah menjual obat nyamuk. Ribuan buruh yang
bekerja di pabrik obat nyamuk menggantungkan hidupnya.
Pemilik pabrik, buruh, dan penjual obat pembasmi nyamuk akan
bersyukur atas keberadaan “monster” yang dapat mematikan itu. Sebab dari sana mereka
bertahan hidup dan menjalani kehidupan. Setiap orang juga akan merasa geram
jika saat enak-enaknya tidur dan mimpi indah tiba-tiba si penjahat nyamuk menyerang
tubuh sampai ia terbangun. Inilah kepentingan.
Semua orang bertindak atas kepentingan itu sendiri:
kepentingan pribadi, seseorang yang disukai, golongan (suku, agama, ras, partai
politik), atau kepentingan kemanusiaan. Tuhan pun berkepentingan. Tapi
kepentingan tuhan bukan untuk dirinya. Melainkan untuk ciptaannya. Karena itu kepentingan
kemanusiaan menjadi puncak kepentingan dari kepentingan-kepentingan yang lain.
Melalui penciptaan nyamuk, Tuhan ingin mengajak manusia berpikir
dan merenung, dari yang paling kecil dan terkesan remeh. Tujuannya sama sekali bukan
semata Dia agar dikenal dan terkenal. Sebaliknya, Tuhan ingin memberi pelajaran
berharga bagi makhluk (baca: manusia) agar tahu ilmu hikmah.
Tuhan pun menciptakan manusia dan seluruh makhluk di bumi
dan langit. Ia menganggap penting penciptaan manusia dibedakan dan khusus
dibandingkan makhluk lain. Manusia diberi kebebasan bepikir dan berkehendak
agar bisa memilih apa yang penting untuk dirinya. Juga untuk orang lain sebagai
makhluk bersosial. Tuhan kemudian menyebut manusia dengan kholifah: pemimpin.
Pemimpin bagi diri sendiri, pemimpin bagi orang lain, dan pemimpin makhluk lain
yang tak diberi akal.
Dua hal yang musti dipahami baik-baik adalah memahami kata
penting dan kepentingan itu. Pada kata pertama kita akan melihat sebagai bentuk
netral. Ibarat manusia yang baru lahir, belum terpengaruh pada lingkungan. Ia
penting dengan sendirinya sebagai sifat.
Penting tak lagi menjadi netral setelah berubah bentuk menjadi
kata kedua, kepentingan. Nilai yang melekat akan bergantung pada diri-subjek-yang
memakainya. Kepentingan menjadi kata bermakna ganda dan bergantung bagaimana ia
digunakan.
Makna pertama bisa berkonotasi positif. Misalnya berbuat berbuat sesuatu yang menyangkut kepentingan orang banyak. Tindakan ini baik dan positif dari sisi agama maupun moral. Sementara makna yang kedua bisa berkonotasi negatif. Seperti secara sembunyi-sembunyi melakukan tindakan melanggar hukum atas dasar keserakahan dan hawa nafsu. Bahkan agama atau humum moral tidak lantas menganggapnya sebagai tindakan positif sekalipun yang dijadikan dasar adalah adalah kemanusiaan.
Makna pertama bisa berkonotasi positif. Misalnya berbuat berbuat sesuatu yang menyangkut kepentingan orang banyak. Tindakan ini baik dan positif dari sisi agama maupun moral. Sementara makna yang kedua bisa berkonotasi negatif. Seperti secara sembunyi-sembunyi melakukan tindakan melanggar hukum atas dasar keserakahan dan hawa nafsu. Bahkan agama atau humum moral tidak lantas menganggapnya sebagai tindakan positif sekalipun yang dijadikan dasar adalah adalah kemanusiaan.
Manusia, si makluk tuhan, yang hidup dan bertindak atas
kepentingan-kepetingan itu, mustinya bisa arif. Kearifan ini bisa dilihat dari
sejauh mana manusia mengutamakan kepentingan yang sedang ia lakukan: untuk diri
sendiri, kelompok, agama, kemanusiaan sebagaimana kepentingan tuhan?
Mari merenung atas kepentingan-kepentingan yang selama ini
kita lakukan!
Jepara, 3 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar