Minggu, 21 Juni 2015

Duka Ramadhan

Di Ramadhan orang-orang banyak berebut berebut bahagia-pahala. Lewat buka (sendiri atau bersama), lewat shalat taraweh, lewat bacaan al Qur'an yang dikeras-nyaringkan melalui speaker musholla atau masjid dan lewat lain yang diingin. Entah mereka benar bahagia atau sebaliknya merana menahan lapar waktu siang atau lelah karena banyaknya Ibadah. Entah bahagia itu hanya legalitas sebuah sabda dan firman atau sekadar hanya meramaikan Ramadhan yang, katanya, banyak rahmat, berkah dan ampunan yang dilimpahkan. Saya?


Saya tak ingin mengatakan bahwa Ramadhan telah memberi kebahagiaan, bagi saya. Aku banyak tidur di waktu siang. Saya jarang membaca Al Qur'an. Saya jarang memohon rahmat dan ampunan kecuali sama seperti di hari dan bulan biasa (bukan bulan Ramadhan). Shalat taraweh juga malas-malas. Lelah karena terlalu lama- 8 rakaat- 20 rakaat. Kamu lelah tidak? Jangan katakan lelah kalau bahagia atau jangan bilang bahagia kalau masih kau rasakan lelah.

Ramadhan adalah duka dan kesedihan. Kecuali saat berbuka, bukan hanya karena "farhatun 'inda iftoorihi", sebagaimana sabda tetapi saya sendiri yang merasakannya. Lain itu, tak ada jawab untuk Ramadhan membawa bahagia. 

Saya orang biasa yang belum bisa merasakan nikmatnya ibadah. Saya orang biasa yang masih selalu menuhankan benda. Saya orang biasa yang masih lebih mencintai sesama dari pada mencintai Allah. Itulah yang saya maksud dengan duka Ramadhan.Yang saya tahu barangkali hanya, kadang-kadang, saya berbuat baik, yang menurutku baik, dan merasa nyaman.

Bagaimana denganmu? Tak perlu kau jawab. Cukup kau pikirkan. Semoga kita tidak sama. 

Semarang, 21 Juni 2015 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar